Honda

Sejarah Panjang THR, Gratifikasi di Hari Raya

Sejarah Panjang THR, Gratifikasi di Hari Raya

Gratifikasi kadangkala dihubungkan budaya orang Indonesia sebagai bentuk ucapan terima kasih, tali asih atau sebutan lainnya-Dok Palpres-

Beberapa tahun yang lalu penulis mendapat telepon dari staf penulis yang saat itu bersama sopir pejabat mau memberikan parsel menjelang hari raya kepada beberapa instansi, kemudian penulis jelaskan bahwa perbuatan tersebut masuk gratifikasi dan dapat diancam pidana sehingga mereka balik kanan.

Gratifikasi kadangkala dihubungkan budaya orang Indonesia sebagai bentuk ucapan terima kasih, tali asih atau sebutan lainnya.

BACA JUGA:Ramalan Primbon Jawa Ungkap 6 Weton Paling Berjaya: Rezeki dan Kebahagiaan Selalu Mengintai Mereka, Cuma...

BACA JUGA:7 Zodiak Ini Kerap Dicap Cuek 'Bebek', Namun Sekalinya Perhatian Bisa Bikin Lawan Jenis Ketar-ketir

Munculnya pasal gratifikasi itu dilatarbelakangi maraknya pemberian parsel kepada pejabat-pejabat atau mitra kerja pada era tahun 2000, dan masih dilakukan sekarang.

Walau wujudnya bukan lagi berupa parsel, tapi bermacam-macam bentuk baik berupa amplop, gadget, vocer hotel, vocer belanja dan sebagainya.

THR sendiri memiliki sejarah yang panjang, khususnya di Indonesia.

Dari historinya, berdasarkan catatan I Tsing pada abad ke VII praktek pemberian hadiah-hadiah dilakukan oleh pedagang dari Campa dan Cina dalam upaya membuka jalur perdagangan dengan kerajaan Sriwijaya.

BACA JUGA:Keren! Motor Skuter Listrik EV1 dan NX Ini Karya Anak Bangsa, Desainnya Mirip Vespa Sprint

BACA JUGA:5 Kuliner Khas Ogan Komering Ulu yang Menggugah Selera, Wajib Coba Kopi Durian yang Creamy

I Tsing menceritakan para pedagang memberikan koin-koin perak kepada para prajurit, agar dapat menemui kerabat kerajaan guna mempermudah berdagang dan menjalin komunikasi.

Menurut KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), gratifikasi pada dasarnya adalah “suap yang tertunda” atau sering juga disebut “suap terselubung”.

Pegawai atau Penyelenggara Negara (Pn/PN) yang terbiasa menerima gratifikasi terlarang lama kelamaan dapat terjerumus melakukan korupsi bentuk lain, seperti suap atau pemerasan sehingga grtatifikasi dianggap sebagai akar korupsi.

Gratifikasi dilarang karena dapat mendorong Pegawai Negeri/Penyelenggara Negara bersikap tidak objektif, tidak adil dan tidak profesional terhadap pihak lain dan atau penyedia jasa/pemborong.

BACA JUGA:5 Tempat Beli Sepatu Berkualitas di Palembang, Harga Ramah Kantong Pelajar, Cek Alamatnya Disini!

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: