Collaborative Governance dalam Implementasi Nilai-nilai Toleransi Menjelang Tahun Politik 2024
Ilustrasi --Freepik
Menurut Halili, peristiwa semacam itu memang cenderung marak menjelang perhelatan pemilihan umum (pemilu). "Gejala ini (maraknya peristiwa intoleransi) pernah terjadi pada 2018, yakni saat sebelum Pemilu 2019. Sepertinya, menjelang (Pemilu) 2024 ini, ekskalasinya itu cenderung meningkat," kata Halili kepada Alinea.id.
Mengantisipasi adanya politisasi agama menjelang Pemilu 2024, Kemenko PMK bekerjasama dengan Kantor Wilayah Kementerian Agama DKI Jakarta mengadakan kegiatan Focus Group Discussion (FGD) Penguatan Moderasi Beragama Sebagai Antisipasi Politisasi Agama menjelang tahun Pemilu 2024.
Sementara Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Pendidikan dan Moderasi Beragama Kemenko PMK Aris Darmansyah Edisaputra pada saat menyampaikan keynote speech sekaligus membuka kegiatan FGD menyatakan bahwa pemerintah berkomitmen untuk terus mendorong penguatan Moderasi Beragama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Kehidupan keagamaan harus berpedoman kepada ajaran keagamaan yang sejuk, ramah, serta mengedepankan toleransi, bukan yang bersifat tertutup dan eksklusif.
Pemerintah mengusung Moderasi Beragama sebagai salah satu strategi dalam mendukung kebijakan pembangunan kerukunan umat beragama di Indonesia serta menyikapi keberagaman yang ada.
Hal ini selaras dengan pernyataan Presiden Joko Widodo bahwa Moderasi Beragama adalah pilihan tepat dan selaras dengan jiwa Pancasila di tengah gelombang ekstremisme di berbagai belahan dunia.
Moderasi Beragama telah masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Dengan masuknya Moderasi Beragama dalam RPJMN berarti menjadi mandat dan amanat bagi seluruh elemen bangsa Indonesia baik pemerintahan maupun masyarakat untuk menjalankannya.
Kegiatan FGD menghadirkan sejumlah pemateri diantaranya Staf Khusus Wakil Presiden Bidang Umum Prof. Masykuri Abdillah; Staf Khusus Menteri Agama Hasanuddin Ali, Staf Ahli Mensikbudristek Prof. Muhammad Adlin Sila, Komisioner KPU Mohammad Afifuddin, serta tokoh dan pendamping keagamaan lintas agama.
Peserta FGD sepakat bahwa demokrasi dalam praktiknya harus menghadirkan kebiasaan dan kebajikan di ranah publik.
Ketika budaya demokrasi sudah terbangun secara mapan, maka kemungkinan konflik dan kekerasan yang terkait agama dapat dicegah.
Sikap-sikap intoleran, yang disertai kekerasan baik secara fisik maupun verbal dalam politik dan menyangkutpautkan agama harus dihindarkan.
Begitu juga dengan sikap beragama yang menimbulkan perpecahan dalam masyarakat tidak boleh ada di Indonesia.
Kegiatan-kegiatan Penguatan Moderasi Beragama dalam bentuk FGD, workshop dan sejenisnya dirasakan sangat perlu untuk lebih banyak dilaksanakan terutama menyasar akar rumput termasuk komunitas remaja yang umumnya memiliki akses luas terhadap internet dan informasi, kalangan perempuan, disamping para peserta pemilu seperti partai-partai politik atau calon-calon anggota legislatif.
Penguatan Moderasi Beragama perlu terus didorong sebagai vaksin/penguatan diri masyarakat untuk melawan hal negatif dari politisasi agama.
Oleh karena itu, Kemenko PMK akan terus bersinergi dan berkolaborasi bersama kementerian dan lembaga lainnya guna mensosialisasikan Moderasi Beragama secara sistematis, terstruktur dan masif di kalangan masyarakat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: