BACA JUGA:PLN Sebut 90 Persen Gangguan Listrik di Sumsel Dikarenakan Pohon Tumbang
Sebungkus nasi dilengkapi segelas minuman dingin menjadi asupan penambah energi untuk melanjutkan kembali perjuangan mencari rezeki.
Pemulung bermukim di sekitar area yang tak jauh dari tempat pembuangan sampah Bantar Gebang.
Bedeng dan gubuk-gubug sederhana menjadi rumah tempat mereka melepas lelah setelah seharian bergelut dengan tumpukan sampah.
Sebagai tempat pengelolaan sampah terpadu TPSP Bantar Gebang memiliki kemampuan mumpuni untuk mengolah sampah.
BACA JUGA:Ini Syarat-Syarat Agar Bisa Menerima Kompensasi dari PLN Akibat Blackout Listrik
BACA JUGA:Kkajhe Tumbang di Ronde Pertama Pertandingan Byon Combat 3, Begini Klarifikasi Pelatih Kkajhe
Pada akhirnya sampah-sampah ini mengalami proses lanjutan seperti Ipas, powerhouse, dan Terasering atau counttering landfill.
Inti dari semua itu adalah menyulap sampah menjadi lebih bermanfaat.
Seperti merubah gas yang dihasilkan sampah menjadi listrik melalui proses powerhouse atau menciptakan pupuk kompos yang bersumber dari sampah organik yang telah dipisahkan melalui berbagai tahapan.
Jadi intinya sampah yang sangat banyak ini tidak dibiarkan begitu saja menumpuk di area Bantar Gebang melainkan akan diproses selanjutnya hingga menjadi sesuatu yang bermanfaat.
BACA JUGA:Jembatan Ampera Sampai Pasar Cinde Bakal Ditutup 30 Juni 2024, Cari Jalur Alternatif di Sini
BACA JUGA:BLT Rp600 Ribu Cair di 4 Wilayah Ini, Cek Daerah Kamu!
Namun karena volume sampah yang masuk ke sini begitu besar, mencapai ribuan ton perharinya mengakibatkan penumpukan yang berujung pada terciptanya gunung sampah.
Singkatnya sampah yang ditampung di Bantar Gebang menjadi sebuah gambaran betapa besarnya volume sampah yang dihasilkan ibukota.
Namun itu adalah sebuah konsekuensi dari meningkatnya populasi yang mungkin tak terhindarkan.