Honda

Prasasti Muara Sungai Durian, Bukti Takluknya Palembang di Tangan Kerajaan Majapahit

Prasasti Muara Sungai Durian, Bukti Takluknya Palembang di Tangan Kerajaan Majapahit

Prasasti Muara Sungai Durian, Bukti Takluknya Palembang di Tangan Kerajaan Majapahit-Istimewa-

LAHAT, PALEMBANG – Dalam sejarah, wilayah Palembang pernah dikuasai Kerajaan Majapahit selain Kerajaan Dharmasraya dan Pagaruyung yang sama-sama di Sumatera Barat.

Di Palembang, bukti kekuasaan Kerajaan Majapahit bisa terlihat pada Prasasti Muara Sungai Durian yang ditemukan di Desa Lebak Budi, Kecamatan Merapi Barat, Kabupaten LAHAT.

Keberadaan Prasasti Muara Sungai Durian ini dinilai sebagai bukti runtuhnya Palembang di tangan Kerajaan Majapahit.

Baru-baru ini, Peneliti Badan Inovasi dan Riset Nasional (BRIN) Dr Wahyu Rizky Andhifani SS MM bersama Kepala UPTD Museum Negeri Sumatera Selatan (Sumsel) H Chandra Amprayadi SH kembali melakukan survei terhadap Prasasti Muara Sungai Durian.

BACA JUGA:8 Pesona Air Terjun Terpopuler dan Instagramable di Lahat

Meski Prasasti tersebut dijadikan salah satu bukti penaklukan Kerajaan Majapahit terhadap Palembang, secara tersirat prasasti tersebut tidak menyebut nama Kerajaan Majapahit.

“Intinya prasasti ini tentang penaklukan (Kerajaan) Majapahit di Palembang. Itu aja intinya. Memang Majapahit secara tersirat tidak disebutkan nanti ada penjelasan lain,”kata Wahyu kepada Palpres.com.

Penaklukan Kerajaan Majapahit terhadap Palembang dipertegas dengan keberadaan tugu yang ada di muara Sungai Durian.

Namun demikian, kajian terhadap tugu ini perlu dilakukan se- cara mendalam. Sebab, keberadaan muara Sungai Durian hingga kini belum diketahui secara pasti.

BACA JUGA:Yuk Intip Pesona Air Terjun 7 Tingkat di Lahat, Cocok untuk Liburan Akhir Tahun

“Menurut orang Lahat ada Ayiek Dehian, kemungkinan Ayiek Dehian itu yang dimaksud Sungai Durian,”ucap Wahyu berasumsi.

Walaupun keberadaan Sungai Durian tersebut masih tersembunyi, penemuan prasasti ini menceritakan sambungan sejarah dalam mengisi kekosongan sejarah antara (Kedatuan) Sriwijaya dengan Kerajaan Palembang sekitar abad ke-14.

“Wilayah Palembang di bawah Majapahit saat itu mempertegas bahwa orang Ulu selalu bilang keturunan dari Kerajaan Majapahit. Dengan penemuan prasasti kemungkinan besar memang iya,” jelasnya.

Dia mengaku, prasati merupakan bukti yang paling kuat untuk melihat sejarah, termasuk Kerajaan Sriwijaya. Dari prasasti juga nantinya akan membahas sejumlah identitas lainnya seperti nama raja dan kerajaannya.

BACA JUGA:10 Rekomendasi Tempat Wisata Pagaralam, Cocok untuk Berlibur di Akhir Tahun

“Tahun depan kita akan melakukan penelitian lanjutan. Saya juga akan membuat tim dengan melibatkan tim dari epigrafi untuk mengungkap nama-nama desa,” ujarnya.

Diberitakan sebelumnya, Kepala Museum Negeri Sum- sel Chandra Amprayadi ber- sama peneliti BRIN) Sumsel Dr Wahyu Rizky Andhifani SS MM, penggiat batik Palembang Agus Sari Yadin, budayawan Beni Mulyadi kembali melanjutkan ekspedisi peninggalan bersejarah yang disimpan oleh masyarakat.

Kali ini, mereka mendatangi warga Desa Lebak Budi, Kecamatan Merapi Barat, Kabupaten Lahat yang menyimpan prasasti berbentuk plate tembaga dan prasasti ulu bambu.

Peneliti dari BRIN Sumsel, Dr Wahyu Rizky Andhifani berasumsi jika kedua prasasti tersebut berusia ratusan tahun. Seperti prasasti berplate tembaga, dengan berat 1,33 kilogram (kg) diyakini berasal di awal masa Kerajaan Majapahit atau sekitar tahun 1318 saka.

BACA JUGA:Tombak Temuan Sungai Musi, Pelengkap Koleksi Pusaka

“Asumsi awal kemungkinan dari Kerajaan Majapahit jika ditinjau dari jenis aksara yang digunakan pada prasasti. Untuk sementara waktu ini, isi prasasti masih dalam kajian kita,” kata Wahyu.

Selain itu, perkiraan tersebut juga dilihat dari ketebalan plate tembaga. Menurut dia, sejak masa Kesultanan Palembang dari era Sultan Abdurrahman hingga Ahmad Najamudin, prasasti lebih tipis. Sementara prasasti yang disimpan oleh warga tersebut lebih tebal dan mirip dengan prasasti peninggalan yang ada di Pulau Jawa.

“Bahan prasasti terbuat dari plate tembaga berukuran 15 x 42 sentimeter, sementara aksaranya bolak balik terdiri dari 9 dan 7 baris,” jelas Wahyu.

Sementara, sambung dia, prasasti ulu bambu lebih muda usia dibanding pra- sasti yang ada. Prasasti Ulu Bambu diasumsikan berusia 300 tahun yang berisi tata cara pengobatan masyarakat pada masa itu.

BACA JUGA:Tonjolkan Pusaka Temuan Sungai Musi, Komunitas Paguyuban PPS Raih Stand Terbaik

“Di dalam surat buluh tersebut terdapat aksara kaganga yang diperkirakan bermakna pengobatan,”pungkas Wahyu.

Di tempat yang sama, Kepala UPTD Museum Negeri Sumsel H Chandra Amprayadi menuturkan, kedua benda tersebut memiliki nilai sejarah dan budaya yang sangat tinggi.

Kedua benda tersebut terakhir disimpan oleh Syahrudin yang merupakan keturunan ke-13 dari Pangeran Bahtiar. “Bahannya lebih bagus dan tebal, begitu juga dengan jenis aksaranya lebih tua dari survei-survei kami sebelumnya,”aku Chandra.

BACA JUGA:Tombak Hulubalang, Bukti Kesetiaan Prajurit Jaga Muruah KPD

Dia menjelaskan, kegiatan survei benda bersejarah yang disimpan oleh masyarakat merupakan program yang diinisiasi Museum Negeri Sumsel. Dari kegiatan ini, pihaknya berharap akan lebih banyak mengungkap temuan bersejarah di Sumsel yang kini masih disimpan masyarakat.

“Kami juga berharap kepada masyarakat yang menyimpan benda peninggalan bersejarah tersebut untuk memberikan informasi kepada pemerintah agar bisa dikaji dan diteliti lebih lanjut,”tutupnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: