Honda

DPPPA Sumsel Gelar Lokakarya Identifikasi Kesenjangan Gender dalam Pembangunan Berketahanan Iklim

DPPPA Sumsel Gelar Lokakarya Identifikasi Kesenjangan Gender dalam Pembangunan Berketahanan Iklim

DPPPA Sumsel Gelar Lokakarya Identifikasi Kesenjangan Gender dalam Pembangunan Berketahanan Iklim--

PALEMBANG,PALPRES.COM - Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Provinsi Sumatera Selatan, menyelenggarakan kegiatan Lokakarya Pengarusutamaan Gender (PUG) dengan tema “Pendampingan Identifikasi Kesenjangan Gender dan Penyusunan GAP/GBS untuk Pembangunan Berketahanan Iklim di Provinsi Sumatera Selatan”, pada 21-22 Februari 2023, di Hotel Beston Palembang.

Kegiatan yang didukung oleh ICRAF Indonesia melalui proyek Sustainable Landscapes for ClimateResilient Livelihoods in Indonesia (Land4Lives) bertujuan untuk mengidentifikasi kesenjangan gender dalam berbagai aspek pembangunan yang berketahanan iklim, serta meningkatkan kapasitas SDM agar mampu mengidentifikasi isu gender dan melakukan analisis gender pada program/kegiatan di masing-masing Perangkat Daerah menggunakan analisis gender GAP/GBS. 

Selain itu, lokakarya juga dimaksudkan sebagai sarana penandaan anggaran terhadap kegiatan responsif gender dan kegiatan yang mendukung pembangunan berketahanan iklim.

GAP atau Gender Analysis Pathway adalah alat analisis untuk membantu para perencana dalam memastikan pengarusutamaan gender dalam perencanaan kebijakan/program pembangunan, sedangkan GBS atau Gender Budget Statement adalah dokumen pertanggungjawaban spesifik gender yang memastikan keluaran kegiatan telah responsif terhadap isu kesenjangan gender.

BACA JUGA:ICRAF Panggil Lulusan Muda Perguruan Tinggi Jadi Peneliti Lanskap

Kepala DPPPA Provinsi Sumatera Selatan, Henny Yulianti, SIP, MM, saat membuka acara secara resmi menyatakan, berdasarkan RPJMD Provinsi Sumatera Selatan tahun 2019-2023, kesetaraan dan keadilan gender di Sumatera Selatan dinilai belum optimal dilihat dari pencapaian komponen Indeks Pembangunan Gender 5 (IPG) senilai 92,62 (urutan ke-9 dari 34 provinsi) dan Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) senilai 73,53 (urutan ke-6 dari 34 provinsi). 

"Berkaca pada berbagai persoalan tersebut, strategi pengarusutamaan gender harus ditingkatkan dan diterapkan di setiap aspek pembangunan, termasuk dalam aspek perubahan iklim,”ungkap Henny. 

Lebih lanjut Henny mengatakan, kegiatan ini merupakan salah satu bentuk dukungan masyarakat madani dalam mendukung program pemerintah dalam menggali dan mengenali isu-isu kesenjangan gender dalam segala bidang termasuk isu terkait mitigasi perubahan iklim. 

“Pemerintah tidak dapat bekerja sendiri dalam mewujudkan pembangunan yang berkeadilan dan berkesetaraan gender tetapi perlu dukungan berbagai pihak,”sambung Henny. 

BACA JUGA:Demi Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan, Ribuan Srikandi di OKI Dukung Ganjar Presiden

Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional yang mengamanatkan bahwa dalam rangka meningkatkan kedudukan, peran dan kualitas perempuan, serta upaya mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, perlu melakukan strategi pengarusutamaan gender ke dalam seluruh proses pembangunan nasional.

Sebagai strategi untuk menciptakan pembangunan daerah yang berkeadilan gender, pengarusutamaan gender harus diterapkan pada setiap aspek pembangunan daerah, termasuk diintegrasikan dalam pendekatan pembangunan berketahanan iklim. 

Berdasarkan laporan IPCC (2022), batas kenaikan suhu tertinggi yang dapat ditoleransi manusia yaitu 1,5oC diperkirakan akan terlewati pada tahun 2040 walaupun berbagai negara, termasuk Indonesia, sudah membuat lebih banyak kebijakan terkait perubahan iklim.

Dampak perubahan iklim tidak dirasakan sama oleh semua orang. 

BACA JUGA:DPPPA Muba Gelar Pelatihan PPRG melalui Analisis Gender

Perubahan iklim berdampak berbeda terhadap wilayah, generasi, kelompok umur, kelompok pendapatan, dan gender. 

Laporan IPCC (2022) menyatakan bahwa kelompok masyarakat yang rentan dan terpinggirkan akan menghadapi dampak perubahan iklim yang paling besar. 

Sekitar 68% (dari 130) studi menyatakan perempuan lebih rentan terhadap perubahan iklim. 

Sekitar 70% dari 1,3 miliar penduduk miskin adalah perempuan. 

Di perkotaan, 40% rumah tangga miskin dikepalai oleh perempuan. 

BACA JUGA:Peneliti Muda Lanskap Suarakan Pesan Perubahan Iklim dan Penghidupan Masyarakat

Perempuan juga mendominasi produksi pangan (50-80%) namun hanya memiliki kurang dari 10% lahan.

Menurut David Susanto, Koordinator Land4Lives Sumatera Selatan, perempuan seringkali memiliki akses dan kontrol yang terbatas terhadap modal penghidupan termasuk lahan, aset finansial, informasi, dan pelatihan. 

Keterwakilan perempuan dalam politik dan komunitas yang rendah serta norma, budaya, dan agama turut berkontribusi terhadap kerentanan perempuan terhadap perubahan iklim.

“Pengarusutamaan gender untuk mengatasi dampak perubahan iklim memiliki peran yang penting. Pengarusutamaan gender dalam perubahan iklim akan meningkatkan keberhasilan pelaksanaan kegiatan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim sekaligus mengurangi kesenjangan gender dalam pembangunan,” ujarnya.

BACA JUGA:Pembicara di ASU, Prof Nyayu Bahas Perubahan Iklim Bersama National Geographic

Land4Lives adalah proyek kerjasama Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Perencanaan PembangunanNasional/Bappenas dan Pemerintah Kanada melalui Global Affairs Canada (GAC) untuk perbaikan bentang lahan, ketahanan pangan, perubahan iklim, dan kesetaraan gender. 

Berdurasi 5 tahun, proyek ini dilaksanakan di Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara Timur, dengan penerima manfaat utama perempuan dan anak-anak perempuan.

Dalam suatu Perangkat Daerah diperlukan Sumber Daya Manusia (SDM) yang memadai, yang mampu menjadi agen penggerak dalam melaksanakan PUG. 

SDM tersebut harus mampu memahami dan mengerti tentang berbagai isu gender, kebijakan PUG, dan mampu melakukan analisis gender terhadap berbagai kebijakan, program dan kegiatan, termasuk program dan kegiatan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim serta mampu melakukan integrasi gender dalam perencanaan dan penganggarannya. 

BACA JUGA:Hadapi Perubahan Iklim, Kilang Pertamina Plaju Dukung 11 Lokasi Proklim di Kota Palembang

Oleh karenanya, penting untuk dilakukan pendampingan identifikasi kesenjangan gender dan penyusunan GAP/GBS untuk pembangunan berketahanan iklim bagi Focal Point Perangkat Daerah di Lingkungan Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan Tahun Anggaran 2023.*

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: