Honda

Pengamat Nilai Kronologi Tewasnya Brigpol J Versi Polisi Janggal

   Pengamat Nilai Kronologi Tewasnya Brigpol J Versi Polisi Janggal

JAKARTA, PALPRES.COM –  Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto menyebut bahwa kronologi versi Polri yang menyebut Brigadir J tewas karena terkena peluru senjata Bharada E, memang terkesan janggal.

Sebab, sesuai ketentuan, Bharada sebagai tamtama tidak diperkenankan memegang senjata, kecuali sedang dalam tugas operasi pengamanan.

Kalaupun mendapat izin membawa senjata, kata dia, seorang Tamtama awal sangat riskan.

”Kalau dia (Bharada E) membawa senjata api laras pendek, lantas siapa yang memberi izin? Ini juga jadi pertanyaan,” kata Bambang.

BACA JUGA:Ternyata, Istri Irjen Ferdy Sambo Sudah Laporkan Brigadir J Atas Tuduhan Pencabulan

Terkait kronologi versi lain tersebut, Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen Pol Ahmad Ramadhan belum bisa memberikan komentar.

Ketika dihubungi Jawa Pos, jenderal polisi bintang satu tersebut belum merespons.

Peristiwa berdarah di rumdin Kadiv propam tersebut mendapat perhatian dari Presiden Joko Widodo.

Dalam kunjungannya ke Subang, Jawa Barat, kemarin, Jokowi mendesak agar jalur hukum bisa menyelesaikan masalah tersebut.

BACA JUGA:Mabes Polri Ungkap yang Dilakukan Istri Irjen Ferdy Sambo di Dalam Kamar Sebelum Baku Tembak

”Proses hukum harus dilakukan,” tuturnya singkat.

Tak hanya Presiden, Ketua Komisi III DPR Bambang Wuryanto alias Bambang Pacul juga memberikan atensi.

”Kami akan monitor penuh untuk mendapatkan penjelasan yang lebih klir,” terang dia saat konferensi pers di ruang Fraksi PDI Perjuangan, Nusantara I, kompleks parlemen, Senayan, kemarin.

Menurut dia, kejadian itu memang janggal.

BACA JUGA:Bharada E Bukan Polisi Sembarangan, Petembak Kelas Satu di Resimen Pelopor

Dia menyebutkan, bagaimana bisa dua polisi saling baku tembak sehingga salah satunya meninggal dunia?

Apa yang menyebabkan mereka bisa saling menyerang dengan senjata api?

”Bagaimana ada antara anggota Polri saling tembak-menembak, itu janggalnya minta ampun,” tuturnya.

Kejanggalan berikutnya, kata Pacul, peristiwa itu terjadi pada Jumat (8/7) lalu, tapi baru dibuka ke publik pada Senin (11/7).

BACA JUGA:Korlantas Polri Benahi Regident Kendaraan Bermotor di Sumsel

Akhirnya, muncul pertanyaan kenapa baru dibuka Senin, kenapa agak lambat?

Semua kejanggalan itu harus dibuat terang sehingga tidak menimbulkan tanda tanya.

Politikus PDI Perjuangan (PDIP) itu menegaskan, Komisi III akan memastikan penanganan perkara tersebut berjalan transparan.

”Saya sebagai ketua komisi III menjamin akan ada transparansi di sana,” tegasnya.

BACA JUGA:Polri Pastikan Tak Ragu Melakukan Tindakan Terhadap Kejahatan dan Terorisme

Komisi III akan betul-betul serius mengawal kasus tersebut.

Sebab, senjata api yang digunakan dalam penembakan itu dibeli dengan uang rakyat.

Polisi juga dilatih dengan menggunakan uang dari APBN.

Selain itu, penggunaan senjata api tidak gampang, banyak aturan yang harus dipatuhi.

Misalnya, pemegang senjata harus mempunyai izin, lulus tes psikologi, dan syarat lainnya.

BACA JUGA:HUT Bhayangkara, Momentum Wujudkan Polri Presisi

Ketua DPP PDIP itu menyatakan, Komisi III akan mengundang Kapolri dan jajarannya.

Pihaknya akan meminta penjelasan lebih terperinci agar masyarakat bisa langsung mendengarnya.

Namun, dia belum bisa memastikan waktu pemanggilan pucuk pimpinan Polri itu.

”Saya sebagai ketua komisi mempunyai kewenangan untuk mengatur undangan itu,” urainya.

Terkait desakan penonaktifan Sambo dari posisi Kadiv Propam Mabes Polri, Pacul menyatakan bahwa penonaktifan seorang perwira tinggi tentu akan melalui proses yang tidak sederhana.

BACA JUGA: Polri Siap Lakukan Pembenahan Guna Dekat dengan Masyarakat

Harus dipastikan bahwa perwira itu memang betul-betul bersalah.

Padahal, menurut keterangan Mabes Polri, saat peristiwa tersebut terjadi, Sambo tidak berada di rumah.

Jadi, desakan penonaktifan Sambo itu terlalu jauh. Sebab, kesalahannya belum jelas.

Memang, kata dia, orang yang salah harus diberi sanksi, tapi kalau kesalahannya belum jelas, bagaimana mau diberi sanksi.

Sementara itu, Komisioner Komnas HAM M. Choirul Anam mengaku belum mendapat surat resmi dari Polri terkait pembentukan tim gabungan.

BACA JUGA:Ini Pesan Kapolri ke Taruna-Taruni Akpol

Meski begitu, Anam menyebut pihaknya akan mengedepankan prinsip-prinsip akuntabilitas dan transparansi jika nanti dilibatkan dalam tim gabungan tersebut.

”Kami harus bertemu dan berdiskusi dulu,” ujarnya kepada Jawa Pos.

Polri akhirnya membentuk tim gabungan untuk mengungkap kronologi di balik peristiwa tewasnya Brigadir Polisi (Brigpol) J, ajudan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri Irjen Pol Ferdy Sambo.

Tim itu tentu harus menjawab berbagai kejanggalan dalam insiden yang terjadi di rumah dinas Sambo tersebut.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengatakan, tim gabungan dipimpin Wakapolri Komjen Pol Gatot Eddy Pramono.

BACA JUGA:Hoegeng Award, Kapolri Buka Ruang Kritik Untuk Terus Lakukan Perbaikan

Di dalamnya juga ada Kabareskrim Komjen Pol Agus Andrianto, Inspektur Pengawasan Umum (Irwasum) Komjen Pol Agung Budi Maryoto, Kabagintelkam Komjen Pol Ahmad Dofiri, Asisten Kapolri Bidang SDM (As SDM) Irjen Pol Wahyu Widada, Paminal, dan Provos.

Tim khusus yang bertugas menyingkap fakta lain terkait insiden berdarah di rumdin Kadiv propam itu juga akan melibatkan pihak eksternal.

Antara lain, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas).

”Kami ingin peristiwa yang ada betul-betul bisa menjadi terang,” ujar Listyo dalam konferensi pers kemarin (12/7).
Listyo menerangkan, tim gabungan internal dan eksternal diharapkan memberikan output berupa rekomendasi untuk melengkapi penyidikan yang tengah dilakukan Polres Metro Jakarta Selatan.

BACA JUGA:Dua Kali Gubernur Sumsel Terima PIN Emas dari Kapolri Ternyata Ini Sebabnya

Sejauh ini, ada dua kasus yang ditangani Polres Jaksel.

Yakni, percobaan pembunuhan dan ancaman kekerasan terhadap perempuan (pasal 298 KUHP).
Listyo meminta kasus pidana ditangani menggunakan prinsip scientific crime investigation.
Penanganan harus menggunakan berbagai disiplin ilmu pengetahuan, bukan berdasar rumor atau isu-isu liar yang berkembang belakangan.

”Walaupun ditangani Polres Jakata Selatan, kami minta diasistensi Polda (Metro) dan Bareskrim Polri,” tegas mantan Kabareskrim itu.

Polri memastikan penanganan kasus itu akan dilaksanakan secara transparan dan diawasi oleh tim khusus tersebut.

Baik proses penyelidikan maupun penyidikan.

BACA JUGA: Kapolri Harap Rumah Kebangsaan Jadi Wadah untuk Jaga Persatuan dan Kesatuan Indonesia

Polri juga tidak menutup diri apabila ada laporan lain yang berkaitan dengan peristiwa tersebut.

”Semuanya tentu harus kita telaah, kita cermati, dan kita tangani secara objektif, transparan, serta menggunakan kaidah-kaidah penyelidikan dan penyidikan,” ungkap jenderal lulusan Akademi Polisi (Akpol) 1991 tersebut.

Atensi Kapolri itu menjawab keraguan publik terkait penanganan insiden baku tembak di rumdin Sambo pada Jumat (8/7) lalu tersebut.

Kronologi versi Polri, peristiwa itu terjadi ketika Putri Ferdy Sambo (istri Kadiv Propam) berteriak karena Brigadir J tiba-tiba masuk ke kamar pribadinya dan menodongkan senjata.

BACA JUGA:Memilukan, Cerita Sang Ayah Calon Siswa Bintara Polri yang Meninggal Kecelakaan

Teriakan itu membuat Bhayangkara Dua (Bharada) berinisial E bereaksi. Dari lantai 2 rumdin tersebut, Bharada E turun menuju sumber suara.

Melihat kehadiran Bharada E, Brigadir J panik.

Dia melepaskan tembakan ke arah Bharada E.

Tembakan itu kemudian dibalas Bharada E.

Dari lima tembakan yang dilepaskan, empat di antaranya mengenai tubuh Brigadir J hingga membuatnya tewas.

BACA JUGA:Gelar Festival Nusantara Gemilang, Kapolri Memberikan Pesan Begini

Sementara Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto menyebut bahwa kronologi versi Polri yang menyebut Brigadir J tewas karena terkena peluru senjata Bharada E, memang terkesan janggal.

Sebab, sesuai ketentuan, Bharada sebagai tamtama tidak diperkenankan memegang senjata.
Kecuali sedang dalam tugas operasi pengamanan.

Kalaupun mendapat izin membawa senjata, kata dia, seorang Tamtama awal sangat riskan.

”Kalau dia (Bharada E) membawa senjata api laras pendek, lantas siapa yang memberi izin? Ini juga jadi pertanyaan,” kata Bambang.

Terkait kronologi versi lain tersebut, Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen Pol Ahmad Ramadhan belum bisa memberikan komentar.

BACA JUGA:Rangkaian HUT Bhayangkara, Semangat Jaga Persatuan Kesatuan

Ketika dihubungi Jawa Pos, jenderal polisi bintang satu tersebut belum merespons.

Peristiwa berdarah di rumdin Kadiv propam tersebut mendapat perhatian dari Presiden Joko Widodo.

Dalam kunjungannya ke Subang, Jawa Barat, kemarin, Jokowi mendesak agar jalur hukum bisa menyelesaikan masalah tersebut.

”Proses hukum harus dilakukan,” tuturnya singkat.

Tak hanya Presiden, Ketua Komisi III DPR Bambang Wuryanto alias Bambang Pacul juga memberikan atensi.

BACA JUGA:Peringati HUT Bhayangkara, Polres Muratara Gelar Syukuran dan Doa Bersama

”Kami akan monitor penuh untuk mendapatkan penjelasan yang lebih klir,” terang dia saat konferensi pers di ruang Fraksi PDI Perjuangan, Nusantara I, kompleks parlemen, Senayan, kemarin.

Menurut dia, kejadian itu memang janggal.

Dia menyebutkan, bagaimana bisa dua polisi saling baku tembak sehingga salah satunya meninggal dunia?
Apa yang menyebabkan mereka bisa saling menyerang dengan senjata api?

”Bagaimana ada antara anggota Polri saling tembak-menembak, itu janggalnya minta ampun,” tuturnya.
Kejanggalan berikutnya, kata Pacul, peristiwa itu terjadi pada Jumat (8/7) lalu, tapi baru dibuka ke publik pada Senin (11/7).

Akhirnya, muncul pertanyaan kenapa baru dibuka Senin, kenapa agak lambat?

BACA JUGA: HUT Bhayangkara Ke-76, SMSI Berikan Penghargaan Kepada Kapolres Lahat

Semua kejanggalan itu harus dibuat terang sehingga tidak menimbulkan tanda tanya.

Politikus PDI Perjuangan (PDIP) itu menegaskan, Komisi III akan memastikan penanganan perkara tersebut berjalan transparan.

”Saya sebagai ketua komisi III menjamin akan ada transparansi di sana,” tegasnya.
Komisi III akan betul-betul serius mengawal kasus tersebut.

Sebab, senjata api yang digunakan dalam penembakan itu dibeli dengan uang rakyat.

Polisi juga dilatih dengan menggunakan uang dari APBN.

BACA JUGA:HUT Bhayangkara ke-76, Setapak Transformasi Menuju Polri yang Presisi

Selain itu, penggunaan senjata api tidak gampang, banyak aturan yang harus dipatuhi.

Misalnya, pemegang senjata harus mempunyai izin, lulus tes psikologi, dan syarat lainnya.

Ketua DPP PDIP itu menyatakan, Komisi III akan mengundang Kapolri dan jajarannya.

Pihaknya akan meminta penjelasan lebih terperinci agar masyarakat bisa langsung mendengarnya.

Namun, dia belum bisa memastikan waktu pemanggilan pucuk pimpinan Polri itu.

”Saya sebagai ketua komisi mempunyai kewenangan untuk mengatur undangan itu,” urainya.

BACA JUGA:HUT Bhayangkara, Polres OKUT Gelar Istighosah Kubro

Terkait desakan penonaktifan Sambo dari posisi Kadiv Propam Mabes Polri, Pacul menyatakan bahwa penonaktifan seorang perwira tinggi tentu akan melalui proses yang tidak sederhana.

Harus dipastikan bahwa perwira itu memang betul-betul bersalah.

Padahal, menurut keterangan Mabes Polri, saat peristiwa tersebut terjadi, Sambo tidak berada di rumah.

Jadi, desakan penonaktifan Sambo itu terlalu jauh. Sebab, kesalahannya belum jelas.

BACA JUGA:Peringatan Hari Bhayangkara Ke 76, Polres OKU Ziarah ke TMP

Memang, kata dia, orang yang salah harus diberi sanksi, tapi kalau kesalahannya belum jelas, bagaimana mau diberi sanksi.

Sementara itu, Komisioner Komnas HAM M. Choirul Anam mengaku belum mendapat surat resmi dari Polri terkait pembentukan tim gabungan.

Meski begitu, Anam menyebut pihaknya akan mengedepankan prinsip-prinsip akuntabilitas dan transparansi jika nanti dilibatkan dalam tim gabungan tersebut.

”Kami harus bertemu dan berdiskusi dulu,” ujarnya kepada Jawa Pos.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: fajar.co.id